Selasa, 05 Februari 2013

Ritual DI GUNUNG MURIA



RITUAL KEAGAMAAN DI GUNUNG MURIA
Oleh; Nasrudin PBA I STAIMAFA
Gunung Muria adalah nama sebuah gunung yang terletak di wilayah Jawa Tengah sebelah utara, lebih tepatnya di Kabupaten Kudus. Di sisi barat laut, gunung ini berbatasan dengan kabupaten Jepara, dan di sisi timut berbatasan dengan kabupaten Pati. Di wilayah ini, terdapat tempat yang sangat legendaris dan warisan wali songo, yaitu pesanggrahan di kawasan puncak gunung muria yang di yakini sebagai pesanggrahan Sunan Muria dalam menyebarkan islam di tanah Jawa dan di sini pulalah Sunan Muria di makamkan. Nama gunung muria dan daerah kudus sendiri di adopsi dari nama bukit Moria dan Al-Quds yang berada di Yerusssalem.
Puncak Gunung Muria ini terletak pada ketinggian 1.602M dari permukaan laut. Puncak-puncaknya yang tertingggi antara lain adalah puncak songolikur, puncak argowiloso, puncak abiyoso, puncak argo jembangan dll.
Adapun Makam Sunan Muuria sendiri terletak di desa Colo Keamatan Dawe Kabupaten Kudus. Karena berada di atas bukit, untuk mencapai lokasi makam saya harus menapaki anak tangga yang jaraknya kurang lebih 500M. Di kanan kiri anak tangga berjajarkan berbagai aneka macam souvenir, baju dan oleh-oleh khas Kudus yang di jajakkan para pedagang. Berkali-kali dalam perjalananku berhenti sejenak untuk beristirahat, menghela nafas yag engos-engosan karena lelahnya perjalanan saat menapaki ratusan anak tangga yang tidak sempat saya hitung. Sebenarnya ada cara lain yang lebih mudah dan tidak perlu capek-capek menapaki anak tangga ini, yaitu dengan cara meminta tukang ojek untuk mengantarkan kita sampai keatas, ongkosnya juga lumayan murah dan terjangkau oleh para pengunjung, hanya dengan membayar 5-7 ribu rupiah kita sudah sampai di atas bukit dan selama perjalanan kita akan di suguhhi pemandangan yang pemandangan yang menarik.
Cuaca pada siang itu terasa sangat sejuk, setelah akhirnya berhasil menaklukkan ratusan anak tangga, sampailah saya di atas puncak Gunung Muria. Hembusan angin yang bertiup kencang dan pemandangan yang luar  biasa yang tidak bisa di nikmati dari bawah mengobati rasa capai dan letih yang  sedari tadi singgah di tubuhku. Ramainya peziarah yang hilir mudik berdatangan dan keluar dari di lokasi Gunung Muria semakin membuatku penasaran akan tujuan apa mereka datang dan bagaimana proses ziarah dan apa saja kegiatan spiritual (ritual) yang berjalan di sekitar Gunung Muria.
Ziarah adalah sebuah aktifitas yang mempunyai tujuan yang terlahir dari motifasi para pengamalnya. Motif-motif ini membentang dari yang bersifat kolektif, yakni motif tradisi pendukung kebudayaan ziarah ataupun motif yang bersifat personal tergantungdari orientasi masing-masing peziarah yang berbeda-beda. Keseluruhan motif ini pada dasarnya berangkat dari sisitem kepercayaan yang meyakini bahwa makam orang-orang sholeh atau para wali itu bersifat sakral dan bisa menjadi media tawassul mereka untuk menyampaikan do’a dan hajat mereka. Para wali adalah mediator yang bisa menghubungkan dalam relasi kepada Allah. Motif inilah yang mengantarkan para peziarah yang datang ke makam Swunan Muria, kebanyakan bersifat tabarrukan dengan harapan mendapat keselamatan dan kelancaran dalam segala urusan kehidupan, seperti kelancaran usaha, mendapatkan jodoh, keluarga bahagia dan sebagainya. Selain makam Sunan Muria, di bukit Muria ini juga masih terdapat beberapa makam suci lain, di antaranya adalah makam Syaikh Syadzili, Sunan Gading dan Sunan gadung. Adapun motif in order peziarah yang berziarah ke makam Syaikh Syadzili lebih bersifat untuk menguasai ilmu atau linuwih ataupun mencari kesembuhan. Sedangkan motif peziarah ke makam Sunan Gading dan Sunan Gadung lebih bersifat memohon do;a restu dari para anak cucu yang hendak melaksanakan hajat. Selain makam-makam suci ini, tidak jarang para pengikut aliran kebatinan bersemedi (mengheningkan cipta) di puncak songolikur dan tempat lain di sekitar puncak Gunung Muria. Biasanya tujuan mereka adalah mencari ketenteraman batin dan mendapatkan wesi aji, batu mustika dan benda-benda pusaka lainnya.
“mboten wonten ritual nopo-nopo ten mlebet makam, namung ziarah biasa, nggeh tahlilan lan nyampekke nopo ingkang dados tujuanipun sangking ndalem.”
Ini adalah sepenggal kalimat yang di sampaikan oleh seorang ibu-ibu penjual kembang yang berada di depan pintu masuk makam Sunan Muria. Beliau menambahkan bahwa ada satu ritual yang membudaya yang membedakan dengan makam-makam yang lain, yaitu  ritual nyekar. Nyekar secara singkat adalh proses menebarkan rangkaian kembang/bunga di atas makam. Tidak ada perlengkapan yang lain kecuali kembang yang akan di gunakan untuk nyekar di dalam makam, jika kita tidak membawa dari rumah, kita bisa membelinya di depan pintu masuk menuju makam, hanya dengan merogoh saku Rp.1000 saja kita sudah bisa membawa kembang itu ke dalam makam.
Sejak dulu hingga saat ini, kembang yang digunakan untuk nyekar adalah kembang telon, yakni rangkain kembang yang terdiri dari tiga macam (telon=tiga). Rangkaian ini biasanya terdiri dari kembang mawar, melati, kamboja, kuntil dan sebagainya, yang penting tidak kurang dan tidak lebih dari tiga macam. Adapun cara untuk nyekar adalah menebarkan kembang tadi di atas makam setelah pembacaan tahlil. Kita juga diperbolehkan tidak menebarkannya di atas makam dan membawanya pulang untuk kemudian di campur dengan air yang di ambil dari gentong Sunan Muria yang diyakini meyimpan banyak khasiat, tergantung apa yang kita niatkan ketika mengambil air tersebut. Adapun cara untuk mengambil air tersebut sangatlah simple, hanya memberikan botol air mineral atau wadah air kepada penjaga yang bertugas di sana. Tidak ada patokan harga air tersebut, kita bisa mendapatkannya secara cuma-cuma, namun kita di anjurkan mengisi kas seikhlasnya.
Sejarah mencatat bahwa Sunan Muria adalah seorang mubaligh yang masyhur dengan kedermawanannya, untuk itu selain tujuan yang sudah tesebut di atas, tujuan yang sering di miliki oleh peziarah adalah bertawassul agar mendapatkan keahlian dan keistimewaan seperti yang di miliki oleh beliau. Biasanya orang yang memiliki tujuan ini adalah para calon DA’I.
Setiap wali Allah pasti memiliki amalan-amalan rutinsn yang menjadikan mereka mendapatkan derajat yang mulia dan memiliki keistimewaan serta wibawa di mata masyarakat. Surat mu’awwidzatain adalah salah satu amalan yang beliau jadikan wirid sehari-hari, untuk itu pak Bambang, seorang pedagang souvenir menganjurkan kepada saya untuk membacanya sebanyak-banyaknya ketika bertawassul kepada Sunan Muria.
’’Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala/perbuatan baik orang-orang mukmin’’
Hal ini sudah termaktub dalam kalam Allah yang mulia. Ziarah atau tawassul adalah salah satu perbuatan yang dianjurkan oleh Rasulullah, sesuai dengan arti ayat di atas, berziarah sudah pasti ada hikmahnya. Ziarah adalah hal yang bersifat individual, meskipaun pada kenyataanya dapat di lakukan secara berkelompok, ini tidak bisa memungkiri adanya keragaman niat dab tujuan dari masing-masing jama’ah. Kadar hasil yang di dapatkanpun berbeda-beda sesuai dengan niat dan keyakinan ketika melakukan ritual. Hal iini dibenarkan oleh Bp.Sutrisno, seorang anggota TNI yang datang jauh-jauh dari Bandung bersama keluarganya. Beliau menuturkan bahwa yang dapat merasakan hasil dari tawassul adalah peziarah itu sendiri. Beliau sendiri mengakui banyak hikmah yang beliau dan keluarga rasakan ketika pulang dari ziarah, mulai dari ketentraman yang dirasakan oleh hati, keluarga yang semakin harmonis dan masih banyak lagi hikmah-hikmah yang luar biasa yang tidak mampu diungkapkan dengan kata-kata. Wallahu a’lam bisshowab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar