RITUAL KEAGAMAAN DI GUNUNG MURIA
Oleh; Nasrudin PBA I
STAIMAFA
Gunung Muria adalah nama sebuah gunung yang
terletak di wilayah Jawa Tengah sebelah utara, lebih tepatnya di Kabupaten
Kudus. Di sisi barat laut, gunung ini berbatasan dengan kabupaten Jepara,
dan di sisi timut berbatasan dengan kabupaten Pati. Di wilayah ini, terdapat
tempat yang sangat legendaris dan warisan wali songo, yaitu pesanggrahan di
kawasan puncak gunung muria yang di yakini sebagai pesanggrahan Sunan Muria
dalam menyebarkan islam di tanah Jawa dan di sini pulalah Sunan Muria di
makamkan. Nama gunung muria dan daerah kudus sendiri di adopsi dari nama bukit Moria
dan Al-Quds yang berada di Yerusssalem.
Puncak Gunung Muria ini terletak pada ketinggian 1.602M dari
permukaan laut. Puncak-puncaknya yang tertingggi antara lain adalah puncak
songolikur, puncak argowiloso, puncak abiyoso, puncak argo
jembangan dll.
Adapun Makam Sunan Muuria sendiri terletak di desa Colo Keamatan
Dawe Kabupaten Kudus. Karena berada di atas bukit, untuk mencapai lokasi makam
saya harus menapaki anak tangga yang jaraknya kurang lebih 500M. Di kanan kiri
anak tangga berjajarkan berbagai aneka macam souvenir, baju dan oleh-oleh
khas Kudus yang di jajakkan para pedagang. Berkali-kali dalam perjalananku berhenti sejenak untuk beristirahat, menghela nafas yag engos-engosan karena
lelahnya perjalanan saat menapaki ratusan anak tangga yang tidak sempat saya
hitung. Sebenarnya ada cara lain yang lebih mudah dan tidak perlu capek-capek
menapaki anak tangga ini, yaitu dengan cara meminta tukang ojek untuk
mengantarkan kita sampai keatas, ongkosnya juga lumayan murah dan terjangkau
oleh para pengunjung, hanya dengan membayar 5-7 ribu rupiah kita sudah sampai
di atas bukit dan selama perjalanan kita akan di suguhhi pemandangan yang
pemandangan yang menarik.
Cuaca pada siang itu terasa sangat sejuk, setelah akhirnya berhasil
menaklukkan ratusan anak tangga, sampailah saya di atas puncak Gunung Muria.
Hembusan angin yang bertiup kencang dan pemandangan yang luar biasa yang tidak bisa di nikmati dari bawah
mengobati rasa capai dan letih yang
sedari tadi singgah di tubuhku. Ramainya peziarah yang hilir mudik
berdatangan dan keluar dari di lokasi Gunung Muria semakin membuatku penasaran
akan tujuan apa mereka datang dan bagaimana
proses ziarah dan apa saja kegiatan spiritual (ritual) yang berjalan di sekitar
Gunung Muria.
Ziarah adalah sebuah aktifitas yang mempunyai tujuan yang terlahir
dari motifasi para pengamalnya. Motif-motif ini
membentang dari yang bersifat kolektif, yakni motif
tradisi pendukung kebudayaan ziarah ataupun motif
yang bersifat personal tergantungdari orientasi masing-masing peziarah yang
berbeda-beda. Keseluruhan motif ini pada
dasarnya berangkat dari sisitem kepercayaan yang meyakini bahwa makam
orang-orang sholeh atau para wali itu bersifat sakral
dan bisa menjadi media tawassul mereka untuk menyampaikan do’a dan hajat
mereka. Para wali adalah mediator yang bisa menghubungkan dalam relasi kepada
Allah. Motif inilah yang mengantarkan para peziarah yang datang ke makam Swunan
Muria, kebanyakan bersifat tabarrukan dengan harapan mendapat keselamatan dan
kelancaran dalam segala urusan kehidupan, seperti kelancaran usaha, mendapatkan
jodoh, keluarga bahagia dan sebagainya. Selain makam Sunan Muria, di bukit
Muria ini juga masih terdapat beberapa makam suci lain, di antaranya adalah
makam Syaikh Syadzili, Sunan Gading dan Sunan gadung. Adapun motif in
order peziarah yang berziarah ke makam Syaikh Syadzili lebih bersifat untuk
menguasai ilmu atau linuwih ataupun mencari kesembuhan. Sedangkan motif
peziarah ke makam Sunan Gading dan Sunan Gadung lebih bersifat memohon do;a
restu dari para anak cucu yang hendak melaksanakan hajat. Selain makam-makam
suci ini, tidak jarang para pengikut aliran kebatinan
bersemedi (mengheningkan cipta) di puncak
songolikur dan tempat lain di sekitar puncak Gunung Muria. Biasanya tujuan
mereka adalah mencari ketenteraman batin dan mendapatkan wesi aji, batu
mustika dan benda-benda pusaka lainnya.
“mboten wonten
ritual nopo-nopo ten mlebet makam, namung ziarah biasa, nggeh tahlilan lan
nyampekke nopo ingkang dados tujuanipun sangking ndalem.”
Ini adalah sepenggal kalimat yang di sampaikan oleh seorang ibu-ibu
penjual kembang yang berada di depan pintu masuk makam Sunan Muria. Beliau menambahkan
bahwa ada satu ritual yang membudaya yang membedakan dengan makam-makam yang
lain, yaitu ritual nyekar. Nyekar
secara singkat adalh proses menebarkan rangkaian kembang/bunga di atas makam.
Tidak ada perlengkapan yang lain kecuali kembang yang akan di gunakan untuk
nyekar di dalam makam, jika kita tidak membawa dari rumah, kita bisa membelinya
di depan pintu masuk menuju makam, hanya dengan merogoh saku Rp.1000
saja kita sudah bisa membawa kembang itu ke dalam makam.
Sejak dulu hingga saat ini, kembang yang digunakan untuk nyekar
adalah kembang telon, yakni rangkain kembang yang terdiri dari tiga macam
(telon=tiga). Rangkaian ini biasanya terdiri dari kembang mawar, melati, kamboja,
kuntil dan sebagainya, yang penting tidak
kurang dan tidak lebih dari tiga macam. Adapun cara untuk nyekar adalah
menebarkan kembang tadi di atas makam setelah pembacaan tahlil. Kita juga
diperbolehkan tidak menebarkannya di atas makam dan membawanya pulang untuk
kemudian di campur dengan air yang di ambil dari gentong Sunan Muria yang
diyakini meyimpan banyak khasiat, tergantung apa yang kita niatkan ketika
mengambil air tersebut. Adapun cara untuk mengambil air tersebut sangatlah
simple, hanya memberikan botol air mineral atau wadah air kepada penjaga yang
bertugas di sana. Tidak ada patokan harga air tersebut, kita bisa mendapatkannya
secara cuma-cuma, namun kita di anjurkan mengisi kas seikhlasnya.
Sejarah mencatat bahwa Sunan Muria adalah seorang mubaligh yang
masyhur dengan kedermawanannya, untuk itu selain tujuan yang sudah tesebut di
atas, tujuan yang sering di miliki oleh peziarah adalah bertawassul agar
mendapatkan keahlian dan keistimewaan seperti yang di miliki oleh beliau.
Biasanya orang yang memiliki tujuan ini adalah para calon DA’I.
Setiap wali Allah pasti memiliki amalan-amalan rutinsn yang
menjadikan mereka mendapatkan derajat yang mulia dan memiliki keistimewaan
serta wibawa di mata masyarakat. Surat mu’awwidzatain adalah salah satu amalan
yang beliau jadikan wirid sehari-hari, untuk itu pak Bambang, seorang pedagang
souvenir menganjurkan kepada saya untuk membacanya sebanyak-banyaknya ketika
bertawassul kepada Sunan Muria.
’’Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala/perbuatan baik orang-orang
mukmin’’
Hal ini sudah termaktub dalam kalam Allah yang mulia. Ziarah atau
tawassul adalah salah satu perbuatan yang dianjurkan oleh Rasulullah, sesuai
dengan arti ayat di atas, berziarah sudah pasti ada hikmahnya. Ziarah adalah
hal yang bersifat individual, meskipaun pada kenyataanya dapat di lakukan
secara berkelompok, ini tidak bisa memungkiri adanya keragaman niat dab tujuan
dari masing-masing jama’ah. Kadar hasil yang di dapatkanpun berbeda-beda sesuai
dengan niat dan keyakinan ketika melakukan ritual. Hal iini dibenarkan oleh
Bp.Sutrisno, seorang anggota TNI yang datang jauh-jauh dari Bandung bersama
keluarganya. Beliau menuturkan bahwa yang dapat merasakan hasil dari tawassul
adalah peziarah itu sendiri. Beliau sendiri mengakui banyak hikmah yang beliau
dan keluarga rasakan ketika pulang dari ziarah, mulai dari ketentraman yang
dirasakan oleh hati, keluarga yang semakin harmonis dan masih banyak lagi
hikmah-hikmah yang luar biasa yang tidak mampu diungkapkan dengan kata-kata. Wallahu a’lam bisshowab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar