Ilmu
Titen Dan Masyarakat Kajen:
Fiksi
Atau Mitos, Tentang Keyakinan Masyarakat Pada Tanda-Tanda Alam
Oleh: Nasrudin PBA1 STAIMAFA
Abstrak
Ilmu
titen adalah sebuah kajian ilmu yang paling populer di tanah jawa. Bahkan pada
kerajaan-kerajaan terdahulu, seperti kerajaan mataram dan joyoboyo, ilmu titen
sangat berperan penting pada keseharian mereka. Seiring berjalannya waktu,
pengetahuan dan kepercayaan masyarakat tentang ilmu titen mulai berkurang, tak
jarang masyarakat menganggap ilmu titen sebagai ramalan, malah sebagaian besar
dari mereka menganggapnya sebagai mitos belaka.
Anggapan
seperti itu muncul dikarenakan ketidaktahuan mereka tentang sebab-sebab
terjadinya ilmu titen. Seperti yang dilansir Radar Jogja, C. A. Van Peursen
dalam bukunya Strategi Kebudayaan dengan istilah mitos, mengatakan,
bahwa mitos hadir dalam masyarakat lantaran ketidakmampuan akal manusia
dalam merasionalkan sebuah realitas yang ada.
Namun,
realitanya masyarakat jaman dulu menyakini ilmu titen itu berdasarkan
pengamatan mereka pada kejadian-kejadian yang berulang kali terjadi, atau
memahami tanda-tanda alam, bukan berdasarkan penalaran ilmiah. Karena menurut
mereka, kejadian-kejadian yang telah terjadi ataupun yang akan terjadi itu
telah diisyaratkan oleh tanda-tanda alam.
Hal
seperti itu pula yang terjadi di kalangan masyarakat kajen yang mayoritas
penduduknya adalah santri atau pelaku ajaran syari’at islam. Namun, hampir
setiap kali muncul masalah pasti menimbulkan perdebatan panjang di antara
penduduk yang beridentitas pelaku agama dan penduduk yang masih berfikiran
kolot atau abangan.
Pendahuluan
Masyarakat
Jawa memiliki ikatan yang erat dengan alam. Itu juga sebabnya mereka sangat
memperhatikan kejadian-kejadian alam sekitar sebagai pertanda bagi
kejadian-kejadian lain. Sebenarnya hal itu bermula dari ilmu “titen”, yaitu
ilmu mendeteksi suatu kejadian yang konstan, terjadi terus-menerus dan
berkaitan dengan kejadian lain yang juga konstan berlangsung dalam kondisi yang
sama atau serupa.
Generasi
akhir yang tidak memahami filosofi ilmu titen ini, mereka menganggap sebagai
mitos yang pada satu sisi dianggap kejadian magis dan diyakini sepenuhnya, ada
juga yang mengaitkan dengan faham keagamaan tertentu dan dihukumi musyrik.
Tapi,
di sini bukan tempatnya untuk memperdebatkan hal itu. hanya ingin mengingat kembali, bernostalgia
dengan wejangan kakek-nenek di masa lalu tentang mitos-mitos itu. Sekali lagi
bukan untuk mempengaruhi atau menjerumuskan. Ini sekedar penyadaran bahwa
masyarakat kita (khususnya Jawa) memiliki sistem budaya tersendiri yang sudah
begitu mengakar.
Ilmu
titen sebenarnya adalah sebuah istilah
yang sangat dekat dengan orang Jawa.
Jika ilmu ini dimengerti dengan benar, sebetulnya ilmu titen sangatlah ilmiah.
Sayangnya, ilmu ini sering dikonotasikan miring karena mereka yang
menerapkannya tidak selalu mampu menjelaskan dengan bahasa dan metode yang
ilmiah. Juga seringkali karena ngelmu titen ini terlalu panjang untuk
diceritakan terutama untuk mereka yang tidak mengerti falsafah Jawa. Sebab itu,
kami ingin mencoba membahas tentang ilmu titen dan niteni dengan cara yang bisa
diterima oleh nalar kita.
Kata “titen” berasal dari bahasa jawa, dimana
arti terdekatnya “cermat”. Niteni = mencermati. Walaupun sinonim kata ini
mungkin kurang tepat. Pengertian ini juga di benarkan oleh beberapa nara sumber
kami, bahwa ilmu titen merupakan ilmu yang dipelajari dari kejadian-kejadian
yang telah terjadi berulang-ulang, misalkan dulu pernah kejadian hal ini
kemudian hal itu terjadi lagi. Kemudian kejadian ini dipelajari ciri-ciri dan
gejala-gejalanya sebelum kejadian itu[1].
Keterangan ini juga dibenarkan oleh bapak Narto (50), beliau juga menambahi
sedikit, yaitu bahwa ilmu titen adalah memprediksi kejadian yang akan terjadi
dengan merasakan firasat dan tanda-tanda yang diberikan oleh alam.[2]
Titen juga bisa diartikan
mencermati, jika ditanya tentang apa saja yang menjadi objek ilmu titen, maka
jawabannya adalah segala sesuatu yang terjadi pada manusia, karena menurut
kepercayaan orang jawa, tidak ada kejadian yang terjadi secara tiba-tiba atau
kebetulan. Semua kejadiansudah diatur oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Karena tidak
ada kejadian yang kebetulan, maka pola kehidupan ini dapat diobservasi dan
diteliti untuk kemudian diambil hikmah dan pelajaran dari hasil penelitian itu.
Titen dapat digambarkan sebagai kemampuan
seseorang dalam memilih suatu benda setelah mencermati ciri-ciri benda tersebut.
Berikut ini diuraikan beberapa contoh;
Ø Seperti
seorang bayi atau balita yang mampu membedakan mana ibu dan bapaknya. Ini
disebabkan karena si bayi mengetahui ciri-ciri dari orang tuanya yang
membedakan dengan orang lain yang ada disekitarnya.
Ø Mungkin
sejak jaman Yunani, ketika manusia mulai mengamati peredaran tata surya, yang
ternyata memang benar-benar tertata menurut edarannya. Sehingga mereka mampu
menghitung dan memperkirakan kejadian yang akan datang, seperti kapan bulan
purnama, dll.
Ø Selain
itu bangsa kita juga punya ilmu Pranata Mangsa (tata aturan musim) yang
mengatur pola tanam di bidang pertanian yang berdasarkan pada tanda-tanda alam.
Apabila terdengar bunyi hewan tertentu, itu tandanya masuk musim hujan atau
musim kemarau, dll.
Ø Seorang
dokter kadang mampu menebak dengan tepat penyakit pasiennya tanpa menyentuh.
Dengan melihat rona wajah pasien dan menanyai keluhannya, dokter tersebut
langsung dapat menduga jenis penyakit apa yang kemungkinan besar diderita.
Ø Seorang
yang mendalami ilmu batin (olah rasa) akan mampu menebak watak orang yang
ditemui tanpa harus mengajak bicara atau cerita dari orang lain. Bahkan dari
melihat foto, bentuk tulisan (tangan, SMS, dll), dan suara.
Sejarah ilmu titen hingga dapat dikenal
dan digunakan oleh masyarakat zaman sekarang ini. Ilmu titen merupakan warisan
tradisi dan budaya nenek moyang. Dulu, seblum ada alat-alat secanggih era ini,
para nenek moyang menggunakan dan mengembangkan ilmu titten untuk dijadikan
sebagai panduannya dalam melakukan aktifitas, seperti bercocok tanam, melaut
dll.Seperti hanya ajaran islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad, diajarkan kepada
para sahbat, diteruskan oleh para tabi’in kemudian tabi’ittabi’in hingga sampai
kepada para wali dan para ustadz, mereka mewariskan ilmu titen ini secara turun
temurun, bukan hanya diajarkan kepada keturunannya namun juga kepada muridnya
yang kemudian dilanjutkan oleh generasi penerusnya. Ilmu titen juga merupakan
salah satu hasil kulturasi budaya yang dihasilkan dari budaya jawa, hindu dan
islam. Kulturasi ini merupakan taktik Wali Songo ketika mengenalkan islam
kepada masyarakat yang belum mengenal islam.
Dulu,
kepercayaan nenek moyang sangat kuat, hingga mendasar ke dalam hati dan menjadi
sebuah tradisi, sehingga mereka tidak berani menentang apa yang telah menjadi
titenan tadi. Namun, karena tegerus oleh zaman yang semakin maju dan
perkembangan teknologi yang semakin modern, kepercayaan terhadap ilmu titen itu
sudah mulai luntur. Jika dihitung, presentasi antara yang pecaya dan tidak
percaya akan lebih berat yang tidak. Dengan ini, dapatdikatakan bahwa ilmu titn
sudah mulai dideportasi dari dunia ini. Ini dapat di buktikan dengan cara
menanyakan devinisi dari ilmu titen ini kepada masyarakat, pasti kebanyakan
dari mereka tidak bisa menjawab dan mungkin akan balik bertanya. Kendati
demikian, bukan berarti ilmu titen ini lenyap dari dunia ini, karena
orang-orang yang sudah berumur masih tetp mempercayai ilmu titen.
Selain
contoh-contoh yang telah dipaparkan di atas, ada beberapa contoh ilmu titen
yang sangat dipercaya oleh masyarakat jawa hingga dewasa ini, yaitu ilmu
hitung-hitungan weton (petong jawa), pranoto mongso, nogo dino dll. Ilmu ini
masih sangat erat dengan masyarakat, khususnya di jawa, baik di des maupun di
kota. Namun kadar kepercayaan antara di kota dan di desa berbeda, lebih kental
di desa. Kaula muda dan masyarakat modern bisa tidak percaya dengan hal-hal
yang mistik dan dibilang tidak logis. Namun, untuk hitungan weton ini, mereka masih
sulit unuk mengingkari dan tetap mengamalkannya dan yang menjadi alasan adalah
takut kualat, karma dan efek samping lain jika tidak melakukannya. Di era
dewasa ini ilmu petung jawa, masih sangat memasyarakat, mereka memakainya
ketika akan melakukan perjalanan jauh, perjodohan, pernikahan, memprediksi
nasib dan karakter seseorang dll.
Di
daerah Margoyoso-Pati, terdapat beberapa desa yang masyarakatnya masih
menggunakan ilmu titen tersebut. Salah satunya adalah keluarga ibu Sri Wanito[3],
selain percaya terhadap hitugan weton dalam pejodohan dan hari-hari yang
menurut hitungan tidak baik, beliu juga percaya bahwa tidak boleh satupun
putranya yang menikah dengan seseorang yang arah rumahnya adalah barat laut
atau yang biasa dikenal dengan waru doyong, karena ini dapatmendatangkan
petakan. Keperayaan ini sudah turun menurun dari bapaknya yang juga seorang
penganut aliran kejawen. Di tempat saya bekerja (Sri Jaya), hampir semua
pemesan roti hantaran untuk acara nikahan atau khitanan, mereka semua bertanya
kepada orang pintar dalam hal menentukan perjodohan dan hari baikuntuk
melaksanakan hajatan itu. Di kajen, desa yang mendapat julukan kota santri ini
juga menggunakan ilmu toten, selain untuk hal perjodohan, dalam hal ibadah juga
memburuhkan ilmu titen, seperti mengetahui waktu sholat, cara sholat dan
sebagaimya, ini semua perlu dititeni.
Tidak
ada ilmu yang tidak bisa dipelajari, meskipun itu bersifat metfisika. Begitu
juga dengan ilmu titen ini, asalkan dengan niat yang sungguh-sungguh, semua
orang pasti bisa mempelajarinya. Ilmu petung jawa ini bukanlah ilmu yang tidak
masuk akal dan awur-awuran, ada cara dan rumus tertentu yang digunakan untuk
menghitung sehingga dapat memprediksi suatu kejadian yang akan terjadi.
Tuntunan
dari seorang guru adalah salah satu syarat utama bagi setiap orang yang sedang
belajar suatu ilmu. Dalam mempelajari ilmu ini, perbedaan pendapat dan cara
menghitung yang digunakan oleh masing-masing guru pasti ada perbedaan.
Perbedaan ini disebabkan karena kondisi tempat dan sugesti yang berbeda. Selain
beljar lewat guru, ilmu ini juga dapat dipelajari lewat membaca buku-buku
primbon, mujarobat atau lewat situs-situs internet dan sumber ilmu yang lain.
Ilmu in juga dapat dipelajari secara
otodidak. Kebanyakan orang yang mempelajari ilmu titen juga melakukan
amalan-amalan khusus yang telah diberikan oleh gurunya, seperti wirid dua ayat
terakhir dari surat Al-Fath,
Asma’ul Husna[4],
memperbanyak
sholawat khilat dan amalan-amalan lain yang dapat menunjang ketjaman berfikir
dan ketajaman mata hati. Adapun contoh rumus petung jawa adalah sebagai
berikut;
Hitung-hitungan angka
sebagai berikut:
Hari senin=4,
Hari selasa=3, Hari rabu=7,
Hari kamis=8, Hari jum'at=6,
Hari sabtu=9, Hari hinggu=5
sebagai berikut:
Hari senin=4,
Hari selasa=3, Hari rabu=7,
Hari kamis=8, Hari jum'at=6,
Hari sabtu=9, Hari hinggu=5
Pasaran :
Pahing=9,
Pon=7, Wage=4,
Kliwon=8, Legi=5
Pon=7, Wage=4,
Kliwon=8, Legi=5
Jatuhnya Weton (jatuh hitungan Kelipatan 5)
Sandang/ Pakaian : jatuh di angka 1, 6, 11, 16,21, 26, dst
Pangan/ Makan : jatuh di angka 2, 7, 12, 17, 22,27 dst
Papan/ Rumah : jatuh di angka 3, 8, 13, 18, 23,28 dst
Loro/ Sakit, musibah : jatuh di angka 4, 9, 14,19, 24, 29 dst
Pati/ Mati, musibah : jatuh di angka 5, 10, 15,20, 25, 30 dst. Hitung-hitungan ini berfungsi untuk :
ketemu jodoh, kecocokan dalam rumah tangga dll.
Sandang/ Pakaian : jatuh di angka 1, 6, 11, 16,21, 26, dst
Pangan/ Makan : jatuh di angka 2, 7, 12, 17, 22,27 dst
Papan/ Rumah : jatuh di angka 3, 8, 13, 18, 23,28 dst
Loro/ Sakit, musibah : jatuh di angka 4, 9, 14,19, 24, 29 dst
Pati/ Mati, musibah : jatuh di angka 5, 10, 15,20, 25, 30 dst. Hitung-hitungan ini berfungsi untuk :
ketemu jodoh, kecocokan dalam rumah tangga dll.
Misal ada orang mau menikah :
Si laki-laki punya weton : Kamis Pahing, (Kamis=8)+(Pahing=9) = total 17.
Si laki-laki punya weton : Kamis Pahing, (Kamis=8)+(Pahing=9) = total 17.
Si wanita punya weton
Rabu Wage, (Rabu=7)+(Wage=4)= total 11. 17+11=28 (jatuhnyaweton di papan/rumah). Analisis: kata para leluhur, kalau menikah nanti insyaAllah akan bahagia, rejeki berlimpah.
Rabu Wage, (Rabu=7)+(Wage=4)= total 11. 17+11=28 (jatuhnyaweton di papan/rumah). Analisis: kata para leluhur, kalau menikah nanti insyaAllah akan bahagia, rejeki berlimpah.
Weton si
laki-laki lebih tinggi daripada wanita,
ini yang benar, karena laki-laki adalah kepala rumah tangga,
kalau weton Si wanitanya lebih tinggi, dalam
rumah tangga wanita lah yang akan lebih
dominan. Hal inilah yang menjadikan seorang suami
kalah dengan istri (SUSIS-red). Jadi, untuk lebih hati-hati, hindari menikah
kalau jatuh weton nya di loro/ sakit atau pati/meninggal, karena nanti musibah tidak ada hentinya[5].
Jatuhnya
weton bukan kehendak kita, semua sudah
ada yang mengatur, mungkin dalam berpacaran atau sebelum
menikah, ini bisa menjadi bahan pertimbangan,
kata orang tua dan para leluhur kadang ada benarny
Berikut
ini adalah tabel petung jawa yang dapat kita gunakan sebagai acuan dalam
kehidupan kita mendatang; [6]
Berikut ini adalah tabel pranoto
mongso:
Namun, ilmu pranoto mongso ini
sudah banyak mengalami perubahan Perubahan ini disebabkan karena perubahan
iklim yang tidak menentu.
Salah satu
fungsi ilmu titen adalah untuk mencoba mengetahui kejadian yang belum terjadi.
Karena itulah banyak fihak yang tidak cocok dan mengklaim bahwa percaya
terhadap ilmu titen ini termasuk percaya pada tahayul dihukumi syirik. Namun hal ini ditentang
oleh semua nara sumber yang kami datangi. K.H.Asmu’in menjelaskan bahwa
kepercayaan terhadap ilmu titen ini adalah percaya yang hanya sebatas percaya,
bukan untuk diimani, jadi boleh-boleh saja percaya pada ilmu titen. Beliau juga
mencontohkan bahwa Mbah Abdullah Salam (alm) juga mengamalkan ilmu titen ketika
putranya akan melakukan pindahan rumah, dan hal itu juga diamalkan oleh bapak
beliau ketika beliau melakukan pindahan rumah.
Ilmu
titen hanyalah memprediksi, mencoba mengetahui kejadian yang belum terjadi
dengan pengamatan-pengamatan secara teliti dan berulang-ulang. Sesuatu yang
mungkin terjadi itu tidak harus terjadi. Manusia hanya berikhtiar semata,
adapun yang berhak untuk melakukan proses eksekusi adalah Allah semata. Jadi,
jangan salahkan ilmu titen jika hasil perhitungan yang telah dilakukan tidak
sesuai dengan kejadian yang berlaku. Namun, bukan berarti ilmu titen hanyalah
omong kosong, bapak Narto berani berkomenntar bahwa kebenaran dari ilmu titen
yang beliau amalkan selama ini belum pernah meleset. Beliau juga menggambarkan
bahwa kebenaran ilmu titen bisa mencapai 80%. Jika ada kejadian tidak sesuai
dengan yang telah diprediksikan sebelumnya, maka kita dianjurkan untuk meneliti
kembali rumus dan cara kita menghitung.
Ilmu
titen bukan berarti meramal takdir dan mendahului kekuasaan Allah, namun
sebagai usaha mawas diri agar tidak terjebur ke dalam perkara yang tidak
digunakan. Manusia diciptakn oleh Allh sebagai makhluk yang paling sempurna,
yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain adalah akal. Akal diberikan
kepada manusia agar mereka dapat berfikir. Perintah berfikir bagi manusia
sendiri disebutkan secara berkali-kali dalam Al-Qur’an, Allah juga berfirman
bahwa Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum jika kaum itu tidak mau merubah
nasibnya sendiri, bukankah ini sudah cukup sebagai bukti bahwa percaya terhadap
ilmu titen bukanlah suatu kemusyrikan?.
PENUTUP
Ilmu
titen merupakan ilmu yang dihasilkan dengan cara meneliti dan mencermati suatu
kejadian yang telah terjadi secara berulang-ulang. Ilmu titen adalah ilmu
warisan budaya dari nenek moyang. Banyak cara yang dapat digunakan untuk
mempelajari ilmu ini, antara lain bimbingan guru, membaca buku primbon,
otodidak dan riyadloh(tirakat). Namun yang paling penting adalah membenahi niat
sebenar-benarnya. Kebenaran yang dicapai
oleh ilmu titen ini mencapai 80%. Pada dasarnya, semua orang tanpa disadari
telah menggunakan ilmu titen. Disetiap kegiatan pasti ilmu titen selalu
digunakan. Misalkan mengenali nama benda dan mengetahui fungsi-fungsinya.
Namun, yang paling percaya pada mistisme ilmu titen adalah orang jawa.
Masyarakat kajen dan sekitarnya, adalah sebagian kecil dari masyarakat lain
yang mempercayai ilmu titen. Diantara contoh ilmu titen adalah ketika ada
kupu-kupu masuk ke dalam rumah, berarti akan kedatangan tamu.
Percaya
terhadap ilmu titen tidak bisa dikatakan musyrik dan mendahului takdir. Karena
ilmu titen merupakan metode berfikir secara teliti dan hati-hati. Ilmu titen
bukanlah mendahului takdir ataupun tidak mau menerima takdir Allah, namun hanya
sebuah usaha untuk mendapatkan hal yang terbaik. Wallahu a’lamu bisshowab.
REFERENSI
Pengamatan di rumah Ibu Sri wanito
Wawancara Mas
Nur, 24 November 2012.
Wawancara
K.H. Asmu’in, 12 Desember 2012.
Wawancara
Bpk.Narto, 24 Januari 2013.
Website;
www.facebook.com
[1]
Wawancara dengan Mas Nur, tokoh spiritual dari suku Badui, 2012.
[2]
Wawancara dengan bapak Narto, warga desa Bulumanis, margoyoso, Pati, 2012.
[3]
Ibu Sri wanito, warga desa Ngemplak
Kidul, Margoyoso, Pati.
[4]
Wawancara K.H. Asmu’in, sesepuh desa
Ngemplak Kidul-Margoyoso-Pati.
[5] Diunduh dari http://m.facebook.com/nasruddin.alulya?v=info&refid-17
pada hari senin, 28 januari 2013, pukul 05.25.
[6]
Diunduh dari www.google.com pada hari sabtu, 26 januari
2013 pukul 12.00.
iya makasih ..tapi kenapa ada orang gak boleh miara burung perkutut sebelum mantu kata orang jawa itu nanti berantakan lah hancurlah titen opo sing koyo ngene
BalasHapus