Selasa, 05 Februari 2013

ILMU TITEN DAN MASYARAKAT



Ilmu Titen Dan Masyarakat Kajen:
Fiksi Atau Mitos, Tentang Keyakinan Masyarakat Pada Tanda-Tanda Alam
Oleh: Nasrudin PBA1 STAIMAFA

Abstrak
Ilmu titen adalah sebuah kajian ilmu yang paling populer di tanah jawa. Bahkan pada kerajaan-kerajaan terdahulu, seperti kerajaan mataram dan joyoboyo, ilmu titen sangat berperan penting pada keseharian mereka. Seiring berjalannya waktu, pengetahuan dan kepercayaan masyarakat tentang ilmu titen mulai berkurang, tak jarang masyarakat menganggap ilmu titen sebagai ramalan, malah sebagaian besar dari mereka menganggapnya sebagai mitos belaka.
Anggapan seperti itu muncul dikarenakan ketidaktahuan mereka tentang sebab-sebab terjadinya ilmu titen. Seperti yang dilansir Radar Jogja, C. A. Van Peursen dalam bukunya Strategi Kebudayaan dengan istilah mitos, mengatakan, bahwa mitos hadir dalam masyarakat lantaran ketidakmampuan akal manusia dalam merasionalkan sebuah realitas yang ada.
Namun, realitanya masyarakat jaman dulu menyakini ilmu titen itu berdasarkan pengamatan mereka pada kejadian-kejadian yang berulang kali terjadi, atau memahami tanda-tanda alam, bukan berdasarkan penalaran ilmiah. Karena menurut mereka, kejadian-kejadian yang telah terjadi ataupun yang akan terjadi itu telah diisyaratkan oleh tanda-tanda alam.
Hal seperti itu pula yang terjadi di kalangan masyarakat kajen yang mayoritas penduduknya adalah santri atau pelaku ajaran syari’at islam. Namun, hampir setiap kali muncul masalah pasti menimbulkan perdebatan panjang di antara penduduk yang beridentitas pelaku agama dan penduduk yang masih berfikiran kolot atau abangan.




Pendahuluan
Masyarakat Jawa memiliki ikatan yang erat dengan alam. Itu juga sebabnya mereka sangat memperhatikan kejadian-kejadian alam sekitar sebagai pertanda bagi kejadian-kejadian lain. Sebenarnya hal itu bermula dari ilmu “titen”, yaitu ilmu mendeteksi suatu kejadian yang konstan, terjadi terus-menerus dan berkaitan dengan kejadian lain yang juga konstan berlangsung dalam kondisi yang sama atau serupa.
Generasi akhir yang tidak memahami filosofi ilmu titen ini, mereka menganggap sebagai mitos yang pada satu sisi dianggap kejadian magis dan diyakini sepenuhnya, ada juga yang mengaitkan dengan faham keagamaan tertentu dan dihukumi musyrik.
Tapi, di sini bukan tempatnya untuk memperdebatkan hal itu.  hanya ingin mengingat kembali, bernostalgia dengan wejangan kakek-nenek di masa lalu tentang mitos-mitos itu. Sekali lagi bukan untuk mempengaruhi atau menjerumuskan. Ini sekedar penyadaran bahwa masyarakat kita (khususnya Jawa) memiliki sistem budaya tersendiri yang sudah begitu mengakar.
Ilmu titen sebenarnya adalah  sebuah istilah yang sangat dekat dengan orang  Jawa. Jika ilmu ini dimengerti dengan benar, sebetulnya ilmu titen sangatlah ilmiah. Sayangnya, ilmu ini sering dikonotasikan miring karena mereka yang menerapkannya tidak selalu mampu menjelaskan dengan bahasa dan metode yang ilmiah. Juga seringkali karena ngelmu titen ini terlalu panjang untuk diceritakan terutama untuk mereka yang tidak mengerti falsafah Jawa. Sebab itu, kami ingin mencoba membahas tentang ilmu titen dan niteni dengan cara yang bisa diterima oleh nalar kita.
 Kata “titen” berasal dari bahasa jawa, dimana arti terdekatnya “cermat”. Niteni = mencermati. Walaupun sinonim kata ini mungkin kurang tepat. Pengertian ini juga di benarkan oleh beberapa nara sumber kami, bahwa ilmu titen merupakan ilmu yang dipelajari dari kejadian-kejadian yang telah terjadi berulang-ulang, misalkan dulu pernah kejadian hal ini kemudian hal itu terjadi lagi. Kemudian kejadian ini dipelajari ciri-ciri dan gejala-gejalanya sebelum kejadian itu[1]. Keterangan ini juga dibenarkan oleh bapak Narto (50), beliau juga menambahi sedikit, yaitu bahwa ilmu titen adalah memprediksi kejadian yang akan terjadi dengan merasakan firasat dan tanda-tanda yang diberikan oleh alam.[2]
            Titen juga bisa diartikan mencermati, jika ditanya tentang apa saja yang menjadi objek ilmu titen, maka jawabannya adalah segala sesuatu yang terjadi pada manusia, karena menurut kepercayaan orang jawa, tidak ada kejadian yang terjadi secara tiba-tiba atau kebetulan. Semua kejadiansudah diatur oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Karena tidak ada kejadian yang kebetulan, maka pola kehidupan ini dapat diobservasi dan diteliti untuk kemudian diambil hikmah dan pelajaran dari hasil penelitian itu.
 Titen dapat digambarkan sebagai kemampuan seseorang dalam memilih suatu benda setelah mencermati ciri-ciri benda tersebut. Berikut ini diuraikan beberapa contoh;
Ø  Seperti seorang bayi atau balita yang mampu membedakan mana ibu dan bapaknya. Ini disebabkan karena si bayi mengetahui ciri-ciri dari orang tuanya yang membedakan dengan orang lain yang ada disekitarnya.
Ø  Mungkin sejak jaman Yunani, ketika manusia mulai mengamati peredaran tata surya, yang ternyata memang benar-benar tertata menurut edarannya. Sehingga mereka mampu menghitung dan memperkirakan kejadian yang akan datang, seperti kapan bulan purnama, dll.
Ø  Selain itu bangsa kita juga punya ilmu Pranata Mangsa (tata aturan musim) yang mengatur pola tanam di bidang pertanian yang berdasarkan pada tanda-tanda alam. Apabila terdengar bunyi hewan tertentu, itu tandanya masuk musim hujan atau musim kemarau, dll.
Ø  Seorang dokter kadang mampu menebak dengan tepat penyakit pasiennya tanpa menyentuh. Dengan melihat rona wajah pasien dan menanyai keluhannya, dokter tersebut langsung dapat menduga jenis penyakit apa yang kemungkinan besar diderita.
Ø  Seorang yang mendalami ilmu batin (olah rasa) akan mampu menebak watak orang yang ditemui tanpa harus mengajak bicara atau cerita dari orang lain. Bahkan dari melihat foto, bentuk tulisan (tangan, SMS, dll), dan suara.

      Sejarah ilmu titen hingga dapat dikenal dan digunakan oleh masyarakat zaman sekarang ini. Ilmu titen merupakan warisan tradisi dan budaya nenek moyang. Dulu, seblum ada alat-alat secanggih era ini, para nenek moyang menggunakan dan mengembangkan ilmu titten untuk dijadikan sebagai panduannya dalam melakukan aktifitas, seperti bercocok tanam, melaut dll.Seperti hanya ajaran islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad, diajarkan kepada para sahbat, diteruskan oleh para tabi’in kemudian tabi’ittabi’in hingga sampai kepada para wali dan para ustadz, mereka mewariskan ilmu titen ini secara turun temurun, bukan hanya diajarkan kepada keturunannya namun juga kepada muridnya yang kemudian dilanjutkan oleh generasi penerusnya. Ilmu titen juga merupakan salah satu hasil kulturasi budaya yang dihasilkan dari budaya jawa, hindu dan islam. Kulturasi ini merupakan taktik Wali Songo ketika mengenalkan islam kepada masyarakat yang belum mengenal islam.
              Dulu, kepercayaan nenek moyang sangat kuat, hingga mendasar ke dalam hati dan menjadi sebuah tradisi, sehingga mereka tidak berani menentang apa yang telah menjadi titenan tadi. Namun, karena tegerus oleh zaman yang semakin maju dan perkembangan teknologi yang semakin modern, kepercayaan terhadap ilmu titen itu sudah mulai luntur. Jika dihitung, presentasi antara yang pecaya dan tidak percaya akan lebih berat yang tidak. Dengan ini, dapatdikatakan bahwa ilmu titn sudah mulai dideportasi dari dunia ini. Ini dapat di buktikan dengan cara menanyakan devinisi dari ilmu titen ini kepada masyarakat, pasti kebanyakan dari mereka tidak bisa menjawab dan mungkin akan balik bertanya. Kendati demikian, bukan berarti ilmu titen ini lenyap dari dunia ini, karena orang-orang yang sudah berumur masih tetp mempercayai ilmu titen.
              Selain contoh-contoh yang telah dipaparkan di atas, ada beberapa contoh ilmu titen yang sangat dipercaya oleh masyarakat jawa hingga dewasa ini, yaitu ilmu hitung-hitungan weton (petong jawa), pranoto mongso, nogo dino dll. Ilmu ini masih sangat erat dengan masyarakat, khususnya di jawa, baik di des maupun di kota. Namun kadar kepercayaan antara di kota dan di desa berbeda, lebih kental di desa. Kaula muda dan masyarakat modern bisa tidak percaya dengan hal-hal yang mistik dan dibilang tidak logis. Namun, untuk hitungan weton ini, mereka masih sulit unuk mengingkari dan tetap mengamalkannya dan yang menjadi alasan adalah takut kualat, karma dan efek samping lain jika tidak melakukannya. Di era dewasa ini ilmu petung jawa, masih sangat memasyarakat, mereka memakainya ketika akan melakukan perjalanan jauh, perjodohan, pernikahan, memprediksi nasib dan karakter seseorang dll.
              Di daerah Margoyoso-Pati, terdapat beberapa desa yang masyarakatnya masih menggunakan ilmu titen tersebut. Salah satunya adalah keluarga ibu Sri Wanito[3], selain percaya terhadap hitugan weton dalam pejodohan dan hari-hari yang menurut hitungan tidak baik, beliu juga percaya bahwa tidak boleh satupun putranya yang menikah dengan seseorang yang arah rumahnya adalah barat laut atau yang biasa dikenal dengan waru doyong, karena ini dapatmendatangkan petakan. Keperayaan ini sudah turun menurun dari bapaknya yang juga seorang penganut aliran kejawen. Di tempat saya bekerja (Sri Jaya), hampir semua pemesan roti hantaran untuk acara nikahan atau khitanan, mereka semua bertanya kepada orang pintar dalam hal menentukan perjodohan dan hari baikuntuk melaksanakan hajatan itu. Di kajen, desa yang mendapat julukan kota santri ini juga menggunakan ilmu toten, selain untuk hal perjodohan, dalam hal ibadah juga memburuhkan ilmu titen, seperti mengetahui waktu sholat, cara sholat dan sebagaimya, ini semua perlu dititeni.
              Tidak ada ilmu yang tidak bisa dipelajari, meskipun itu bersifat metfisika. Begitu juga dengan ilmu titen ini, asalkan dengan niat yang sungguh-sungguh, semua orang pasti bisa mempelajarinya. Ilmu petung jawa ini bukanlah ilmu yang tidak masuk akal dan awur-awuran, ada cara dan rumus tertentu yang digunakan untuk menghitung sehingga dapat memprediksi suatu kejadian yang akan terjadi.
              Tuntunan dari seorang guru adalah salah satu syarat utama bagi setiap orang yang sedang belajar suatu ilmu. Dalam mempelajari ilmu ini, perbedaan pendapat dan cara menghitung yang digunakan oleh masing-masing guru pasti ada perbedaan. Perbedaan ini disebabkan karena kondisi tempat dan sugesti yang berbeda. Selain beljar lewat guru, ilmu ini juga dapat dipelajari lewat membaca buku-buku primbon, mujarobat atau lewat situs-situs internet dan sumber ilmu yang lain. Ilmu in juga  dapat dipelajari secara otodidak. Kebanyakan orang yang mempelajari ilmu titen juga melakukan amalan-amalan khusus yang telah diberikan oleh gurunya, seperti wirid dua ayat terakhir dari surat Al-Fath, Asma’ul Husna[4], memperbanyak sholawat khilat dan amalan-amalan lain yang dapat menunjang ketjaman berfikir dan ketajaman mata hati. Adapun contoh rumus petung jawa adalah sebagai berikut;
Hitung-hitungan angka
sebagai berikut:
Hari senin=4,
Hari selasa=3,                                                                                                         Hari rabu=7,
Hari kamis=8,                                                                                                              Hari jum'at=6,
Hari sabtu=9,                                                                                                               Hari hinggu=5
Pasaran :
Pahing=9,
Pon=7,                                                                                                                         Wage=4,
Kliwon=8,                                                                                                                   Legi=5
Jatuhnya Weton (jatuh hitungan Kelipatan 5)
Sandang/ Pakaian : jatuh di angka 1, 6, 11, 16,21, 26, dst
Pangan/ Makan : jatuh di angka 2, 7, 12, 17, 22,27 dst
Papan/ Rumah : jatuh di angka 3, 8, 13, 18, 23,28 dst
Loro/ Sakit, musibah : jatuh di angka 4, 9, 14,19, 24, 29 dst
Pati/ Mati, musibah : jatuh di angka 5, 10, 15,20, 25, 30 dst.                                       Hitung-hitungan ini berfungsi untuk :
ketemu jodoh, kecocokan dalam rumah tangga dll.
Misal ada orang mau menikah :
Si laki-laki punya weton : Kamis Pahing, (Kamis=8)+(Pahing=9) = total 17.                     
Si wanita punya weton
Rabu Wage, (Rabu=7)+(Wage=4)= total 11. 17+11=28 (jatuhnyaweton di papan/rumah). Analisis: kata para leluhur, kalau menikah nanti insyaAllah akan bahagia, rejeki berlimpah.                                                                                                                     
Weton si laki-laki lebih tinggi daripada wanita, ini yang benar, karena laki-laki adalah kepala rumah tangga, kalau weton Si wanitanya lebih tinggi, dalam rumah tangga wanita lah yang akan lebih dominan. Hal inilah yang menjadikan seorang suami kalah dengan istri (SUSIS-red). Jadi, untuk lebih hati-hati, hindari menikah kalau jatuh weton nya di loro/ sakit atau pati/meninggal, karena nanti musibah tidak ada hentinya[5].             
Jatuhnya weton bukan kehendak kita, semua sudah ada yang mengatur, mungkin dalam berpacaran atau sebelum menikah, ini bisa menjadi bahan pertimbangan, kata orang tua dan para leluhur kadang ada benarny
Berikut ini adalah tabel petung jawa yang dapat kita gunakan sebagai acuan dalam kehidupan kita mendatang; Description: Description: D:\nasrud\petung-jawa.jpg[6]

            Berikut ini adalah tabel pranoto mongso: Description: Description: D:\nasrud\pranotomongso.JPG

              Namun, ilmu pranoto mongso ini sudah banyak mengalami perubahan Perubahan ini disebabkan karena perubahan iklim yang tidak menentu.
              Salah satu fungsi ilmu titen adalah untuk mencoba mengetahui kejadian yang belum terjadi. Karena itulah banyak fihak yang tidak cocok dan mengklaim bahwa percaya terhadap ilmu titen ini termasuk percaya pada tahayul dihukumi syirik. Namun hal ini ditentang oleh semua nara sumber yang kami datangi. K.H.Asmu’in menjelaskan bahwa kepercayaan terhadap ilmu titen ini adalah percaya yang hanya sebatas percaya, bukan untuk diimani, jadi boleh-boleh saja percaya pada ilmu titen. Beliau juga mencontohkan bahwa Mbah Abdullah Salam (alm) juga mengamalkan ilmu titen ketika putranya akan melakukan pindahan rumah, dan hal itu juga diamalkan oleh bapak beliau ketika beliau melakukan pindahan rumah.
              Ilmu titen hanyalah memprediksi, mencoba mengetahui kejadian yang belum terjadi dengan pengamatan-pengamatan secara teliti dan berulang-ulang. Sesuatu yang mungkin terjadi itu tidak harus terjadi. Manusia hanya berikhtiar semata, adapun yang berhak untuk melakukan proses eksekusi adalah Allah semata. Jadi, jangan salahkan ilmu titen jika hasil perhitungan yang telah dilakukan tidak sesuai dengan kejadian yang berlaku. Namun, bukan berarti ilmu titen hanyalah omong kosong, bapak Narto berani berkomenntar bahwa kebenaran dari ilmu titen yang beliau amalkan selama ini belum pernah meleset. Beliau juga menggambarkan bahwa kebenaran ilmu titen bisa mencapai 80%. Jika ada kejadian tidak sesuai dengan yang telah diprediksikan sebelumnya, maka kita dianjurkan untuk meneliti kembali rumus dan cara kita menghitung.
              Ilmu titen bukan berarti meramal takdir dan mendahului kekuasaan Allah, namun sebagai usaha mawas diri agar tidak terjebur ke dalam perkara yang tidak digunakan. Manusia diciptakn oleh Allh sebagai makhluk yang paling sempurna, yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain adalah akal. Akal diberikan kepada manusia agar mereka dapat berfikir. Perintah berfikir bagi manusia sendiri disebutkan secara berkali-kali dalam Al-Qur’an, Allah juga berfirman bahwa Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum jika kaum itu tidak mau merubah nasibnya sendiri, bukankah ini sudah cukup sebagai bukti bahwa percaya terhadap ilmu titen bukanlah suatu kemusyrikan?.
PENUTUP
              Ilmu titen merupakan ilmu yang dihasilkan dengan cara meneliti dan mencermati suatu kejadian yang telah terjadi secara berulang-ulang. Ilmu titen adalah ilmu warisan budaya dari nenek moyang. Banyak cara yang dapat digunakan untuk mempelajari ilmu ini, antara lain bimbingan guru, membaca buku primbon, otodidak dan riyadloh(tirakat). Namun yang paling penting adalah membenahi niat sebenar-benarnya.  Kebenaran yang dicapai oleh ilmu titen ini mencapai 80%. Pada dasarnya, semua orang tanpa disadari telah menggunakan ilmu titen. Disetiap kegiatan pasti ilmu titen selalu digunakan. Misalkan mengenali nama benda dan mengetahui fungsi-fungsinya. Namun, yang paling percaya pada mistisme ilmu titen adalah orang jawa. Masyarakat kajen dan sekitarnya, adalah sebagian kecil dari masyarakat lain yang mempercayai ilmu titen. Diantara contoh ilmu titen adalah ketika ada kupu-kupu masuk ke dalam rumah, berarti akan kedatangan tamu.
              Percaya terhadap ilmu titen tidak bisa dikatakan musyrik dan mendahului takdir. Karena ilmu titen merupakan metode berfikir secara teliti dan hati-hati. Ilmu titen bukanlah mendahului takdir ataupun tidak mau menerima takdir Allah, namun hanya sebuah usaha untuk mendapatkan hal yang terbaik. Wallahu a’lamu bisshowab.

             




REFERENSI
              Pengamatan di rumah Ibu Sri wanito
              Wawancara Mas Nur, 24 November 2012.
              Wawancara K.H. Asmu’in, 12 Desember 2012.
              Wawancara Bpk.Narto, 24 Januari 2013.
              Website;
              www.google.com
              www.facebook.com


[1] Wawancara dengan Mas Nur, tokoh spiritual dari suku Badui, 2012.
[2] Wawancara dengan bapak Narto, warga desa Bulumanis, margoyoso, Pati, 2012.
[3] Ibu Sri wanito, warga desa Ngemplak Kidul, Margoyoso, Pati.
[4] Wawancara K.H. Asmu’in, sesepuh desa Ngemplak Kidul-Margoyoso-Pati.
[5] Diunduh dari http://m.facebook.com/nasruddin.alulya?v=info&refid-17 pada hari senin, 28 januari 2013, pukul 05.25.
[6] Diunduh dari www.google.com pada hari sabtu, 26 januari 2013 pukul 12.00.

1 komentar:

  1. iya makasih ..tapi kenapa ada orang gak boleh miara burung perkutut sebelum mantu kata orang jawa itu nanti berantakan lah hancurlah titen opo sing koyo ngene

    BalasHapus