Selasa, 05 Februari 2013

modernisasi santri


    Ketika istilah Santri tergetarkan oleh lisan dan ditangkap oleh indera pendengar,tentunya terlintas dalam fikiran akan hal-hal yang klasik dan bersifat tradisional,karena mayoritas istilah santri ini memang identik dengan seorang pelajar pesantren yang berasal dari daerah pedesaan.Sarung,baju koko dan peci adlah seperangkat pakaian yang sering dikenakan oleh santri,sehingga tidak jarang santri ini disebut dengan istilah “Kaum sarungan”.Aari sinilah mengapa  istilah santri ini dibilang keramat,walaupun hanya berbekal dengan ilmu agama.Namun,istilah santri di Indonesia ini tidak bisa dilepaskan dari sejarah Negara Indonesia.Sosok Santri di Indonesia tidak bisa di tinggalkan begitu saja,ia adalah bagioan dari sejarah kemerdekaan Indonesia.Semangat dan kegigihanya dalam berjuang,mampu menciutkan nyali para penjajah yang penah menjajah Indonesia.Santri juga merupakan bagian terunik yang pernah tinggal di Indonesia,perjalanan hidupnya sangat berbeda dengan kehidupan orang-orang yang belum pernah nyantri di pondok pesantren.Ketika bicara tentang masalah ukhuwwah,santrilah ahlinya,sebab mereka sepenanggungan,tidur bersama,makan 1 tapsi bersama, rokok joinan sampai-sampai secangkir kopi pun diminum bersama.Bahkan,ketika kenakalanya muncul,melakukan kejelekan pun bersama-sama “jama’ah”.
Dalam paradigma masyarakat,santri adalah sosok yang sering duduk berdiam diri di surau,senang tirakat,mengaji kitab-kitab kuning dan ilmu agama tanpa mengikuti arus perkembangan zaman.
Dulu,paradigm tersebut memang masih berlaku,namun,sekaran sudah tidak lagi,karena santri era globalisasi ini sudah lebih maju,mengikuti perkembangan zaman,lebih berkarakter dan berkualitas serta lebih menunjukkan ideologinya bahwa ia mampu berjuang dengan dunia luar.
      Sekarang,banyak santri yang sudah mulai menuntut ilmu sampai ke jenjeang perkuliahan,meskipun kebanyakan dari mereka tetap melanjutkan pendalaman ilmu agama.Namun ada sedikit santri yang berani berspekulasi mengambil  jurusan umum.Dalam hal kebahasaan,santri juga tidak mau kalah dengan mereka yang sedari kecilnya mengenyam pendidikan umum,jika kita menilik ke Pare-Kediri dan Pondok Gontor ,bisa kita hitung,berapa banyak kader-kader sntari yang mempelajari bahasa inggris.Ini membuktikan bahwa Santri bukanlah kaum sarungan yang hanya fanatic dengan kitab-kitab kuning,namun,mereka juga sosok yamg intelektual.
       Yang sangat perlu kita perhatikan dan menjadi pertanyaan besar,bagaimana jika santri tersebut yang masuk ke Universitas,yang memahami bahwa tidak ada kebenaran yang absolut.Pemikiran di Universitas benar-benar liberal,semua mahasiswaberhak atas pemikirannya sendiri.semua orang berhakmenguji hipotesisnya atas problemtika yang dilihatnya.Dosen,dalam hal ini mungkin bisa disamakan dengan kyai keitika di pesantren.Dosen dan kyai hanyalah sebagai “perantara” yang menyalurkan ilmu,sedang yang memasukkan ilmu ke dalam hati adalah Allah SWT.Ilmu yang berserakan di universitas bukanlah milik dosen semata,tapi juga milik mahasiswa.Artinya,kebebasan berfikir dan dan kemerdekaan berfikir serta kebebasan berkehendak menjadi sebuah budaya.Jiika ketiga hal tersebut tidak ada pada diri mahasiswa,maka itu bukan mahasiswa yang selalu ingin kemerdekaan berkehendak tanpa intimidasi dari fihak manapun.Dari sini,terjadi benturan antara santri dan mahasiswa,jika santri itu selalu sam’an watho’atan ”sendiko dawuh”  dengan apa yang dingendikakno sang kyai,sedangkan ketika ia berada di universitas,ia bebas berpendapat sekalipun tidak sepaham dengan dosenya.Dari bentursn ini,yang menjadi permasalahan pokok adalah adaptasi,penyesuaian diri sang santri yang berubah menjadi seoramg mahasiswa.
Perguruan Tinggi Riset Berbasis Pesantren .
    Perguruan tinggi sekarang bukan hanya di bidik oleh siswa-siswa SMA/SMK/MAN/SLTA,namun juga menjadi sasaran para santri pondokan dan murid-murid Madrasah Aliyah.Oleh sebab itu,supaya tidak melenceng jauh dari jenjang sebelumnya,para santri pondokan dan aliyah lebih memilih perguruan tinggi islam.Dari sekian banyak Perguruan Tinggi Islam yang ada di sekitar Pati,Sekolah Tinggi Agama Islam Matholi’ul Falah yang mana di pelopori oleh tokoh Ulama’ yang tidak asing lagi di Indonesia ini,yaitu K.H.Muhammad Achmad Sahal Mahfudh.STAI matholi’ul Falah(STAIMAFA) ini adalah jenjang tertinggi setelah di Perguruan Islam Matholi’ul Falah(PIM).STAIMAFA adalah salah satu pergurusn tinggi islam yang diminati oleh mahasiswa,lebih-lebih dari kalangan santri atau siswa yang ingin mempelajari dan mendalami ilmu agama.Meskipun Campus ini terbilang masih sangat muda,namun sayapnya sudah melebar ke pelosok negri.
       Setiap lembaga pendidikan,pasti  bertujuan untuk mencetak kader-kader generasi penerus yang cerdas dan berakhlak mulia.Tak terkecuali STAIMAFA,demi mewujudkan visi-misinya,ia membuat terobosan mata kuliyah baru,yaitu Nila Dasar Shalih Akram(NDSA).Dari namany sudah dapat kita ketahui bahwa mata kuliyah ini membahas tentang akhlak.Kompetensi yang ditargetkan STAIMAFA bukan hanya mencetak generasi penerus yang sholih,tapi juga Akram(mulia).Tidak tanggung-tanggung,mata kuliyah ini di ajarkan dua kali pertemuan dalam seminggu(kurang lebih 4 jam) dan diampu oleh orang-orang yang pakar dalam bidang ini.Diantaranya adalah K.H.Ali Fatah Ya’qub,Abah yasir(mursyid thoriqoh Syadliliyah) dan K.H.Mu’ad thahir.
     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar