Ketika istilah Santri tergetarkan oleh lisan dan ditangkap oleh
indera pendengar,tentunya terlintas dalam fikiran akan hal-hal yang klasik dan
bersifat tradisional,karena mayoritas istilah santri ini memang identik dengan
seorang pelajar pesantren yang berasal dari daerah pedesaan.Sarung,baju koko
dan peci adlah seperangkat pakaian yang sering dikenakan oleh santri,sehingga
tidak jarang santri ini disebut dengan istilah “Kaum sarungan”.Aari sinilah
mengapa istilah santri ini dibilang
keramat,walaupun hanya berbekal dengan ilmu agama.Namun,istilah santri di
Indonesia ini tidak bisa dilepaskan dari sejarah Negara Indonesia.Sosok Santri
di Indonesia tidak bisa di tinggalkan begitu saja,ia adalah bagioan dari
sejarah kemerdekaan Indonesia.Semangat dan kegigihanya dalam berjuang,mampu
menciutkan nyali para penjajah yang penah menjajah Indonesia.Santri juga
merupakan bagian terunik yang pernah tinggal di Indonesia,perjalanan hidupnya
sangat berbeda dengan kehidupan orang-orang yang belum pernah nyantri di pondok
pesantren.Ketika bicara tentang masalah ukhuwwah,santrilah ahlinya,sebab mereka
sepenanggungan,tidur bersama,makan 1 tapsi bersama, rokok joinan sampai-sampai
secangkir kopi pun diminum bersama.Bahkan,ketika kenakalanya muncul,melakukan
kejelekan pun bersama-sama “jama’ah”.
Dalam paradigma masyarakat,santri adalah
sosok yang sering duduk berdiam diri di surau,senang tirakat,mengaji
kitab-kitab kuning dan ilmu agama tanpa mengikuti arus perkembangan zaman.
Dulu,paradigm tersebut memang masih
berlaku,namun,sekaran sudah tidak lagi,karena santri era globalisasi ini sudah
lebih maju,mengikuti perkembangan zaman,lebih berkarakter dan berkualitas serta
lebih menunjukkan ideologinya bahwa ia mampu berjuang dengan dunia luar.
Sekarang,banyak santri yang sudah mulai menuntut ilmu sampai ke jenjeang
perkuliahan,meskipun kebanyakan dari mereka tetap melanjutkan pendalaman ilmu
agama.Namun ada sedikit santri yang berani berspekulasi mengambil jurusan umum.Dalam hal kebahasaan,santri juga
tidak mau kalah dengan mereka yang sedari kecilnya mengenyam pendidikan
umum,jika kita menilik ke Pare-Kediri dan Pondok Gontor ,bisa kita
hitung,berapa banyak kader-kader sntari yang mempelajari bahasa inggris.Ini
membuktikan bahwa Santri bukanlah kaum sarungan yang hanya fanatic dengan
kitab-kitab kuning,namun,mereka juga sosok yamg intelektual.
Yang sangat perlu kita perhatikan dan menjadi pertanyaan besar,bagaimana
jika santri tersebut yang masuk ke Universitas,yang memahami bahwa tidak ada
kebenaran yang absolut.Pemikiran di Universitas benar-benar liberal,semua
mahasiswaberhak atas pemikirannya sendiri.semua orang berhakmenguji
hipotesisnya atas problemtika yang dilihatnya.Dosen,dalam hal ini mungkin bisa
disamakan dengan kyai keitika di pesantren.Dosen dan kyai hanyalah sebagai
“perantara” yang menyalurkan ilmu,sedang yang memasukkan ilmu ke dalam hati
adalah Allah SWT.Ilmu yang berserakan di universitas bukanlah milik dosen
semata,tapi juga milik mahasiswa.Artinya,kebebasan berfikir dan dan kemerdekaan
berfikir serta kebebasan berkehendak menjadi sebuah budaya.Jiika ketiga hal
tersebut tidak ada pada diri mahasiswa,maka itu bukan mahasiswa yang selalu
ingin kemerdekaan berkehendak tanpa intimidasi dari fihak manapun.Dari
sini,terjadi benturan antara santri dan mahasiswa,jika santri itu selalu sam’an
watho’atan ”sendiko dawuh” dengan apa
yang dingendikakno sang kyai,sedangkan ketika ia berada di
universitas,ia bebas berpendapat sekalipun tidak sepaham dengan dosenya.Dari
bentursn ini,yang menjadi permasalahan pokok adalah adaptasi,penyesuaian diri
sang santri yang berubah menjadi seoramg mahasiswa.
Perguruan Tinggi Riset Berbasis
Pesantren .
Perguruan tinggi sekarang bukan hanya di
bidik oleh siswa-siswa SMA/SMK/MAN/SLTA,namun juga menjadi sasaran para santri
pondokan dan murid-murid Madrasah Aliyah.Oleh sebab itu,supaya tidak melenceng
jauh dari jenjang sebelumnya,para santri pondokan dan aliyah lebih memilih
perguruan tinggi islam.Dari sekian banyak Perguruan Tinggi Islam yang ada di
sekitar Pati,Sekolah Tinggi Agama Islam Matholi’ul Falah yang mana di pelopori
oleh tokoh Ulama’ yang tidak asing lagi di Indonesia ini,yaitu K.H.Muhammad
Achmad Sahal Mahfudh.STAI matholi’ul Falah(STAIMAFA) ini adalah jenjang
tertinggi setelah di Perguruan Islam Matholi’ul Falah(PIM).STAIMAFA adalah
salah satu pergurusn tinggi islam yang diminati oleh mahasiswa,lebih-lebih dari
kalangan santri atau siswa yang ingin mempelajari dan mendalami ilmu
agama.Meskipun Campus ini terbilang masih sangat muda,namun sayapnya sudah
melebar ke pelosok negri.
Setiap lembaga pendidikan,pasti
bertujuan untuk mencetak kader-kader generasi penerus yang cerdas dan
berakhlak mulia.Tak terkecuali STAIMAFA,demi mewujudkan visi-misinya,ia membuat
terobosan mata kuliyah baru,yaitu Nila Dasar Shalih Akram(NDSA).Dari namany
sudah dapat kita ketahui bahwa mata kuliyah ini membahas tentang
akhlak.Kompetensi yang ditargetkan STAIMAFA bukan hanya mencetak generasi
penerus yang sholih,tapi juga Akram(mulia).Tidak tanggung-tanggung,mata kuliyah
ini di ajarkan dua kali pertemuan dalam seminggu(kurang lebih 4 jam) dan diampu
oleh orang-orang yang pakar dalam bidang ini.Diantaranya adalah K.H.Ali Fatah
Ya’qub,Abah yasir(mursyid thoriqoh Syadliliyah) dan K.H.Mu’ad thahir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar