Apakah filosofi bambu dalam falsafah Jawa? Orang
Jawa selalu dekat dengan bambu karena bambu sudah menjadi bagian dari hidup
orang Jawa. Bambu memberikan banyak manfaat. Karena kedekatannya dengan
bambu, oran Jawa mampu mengambil refleksi dari bambu untuk dijadikan
nilai-nilai luhur yang dihidupi. Filosofi bambu dijadikan sebuah simbol untuk
mengajarkan nilai-nilai moral yang baik. Dalam falsafah Jawa, filosofi bambu
disesuaikan dengan unsur sentral kebudayaan Jawa yaitu rila (ikhlas), nrima
(bersyukur), dan sabar.
Rila atau
eklas berarti kesediaan menyerahkan segala milik, kemampuan, dan hasil
karya kepada Tuhan. Nrima berarti merasa puas dengan nasib dan
kewajiban yang telah ada, tidak memberontak tetapi mengucapkan terima kasih. Sabar
menunjukkan ketiadaan hasrat, ketiadaan ketaksabaran, ketiadaan nafsu
yang bergolak (Suwardi Endraswara. 2003. Falsafah Hidup Jawa.
Cakrawala. hal 43-44).
Filosofi
bambu ini diangkat dalam sebuah lagu hip-hop yang berjudul ngelmu pring
yang diciptakan oleh G.P Sindhunata, SJ. Lagu ini ditenarkan oleh kelompok
musik Jogja Hip-Hop Foundation. Dalam lagu ini banyak sekali nilai-nilai
moral yang diajarkan melalui simbol bambu. Karena dikemas menggunakan lagu
hip-hop yang sesuai dengan selera anak muda, maka lagu ini dapat menjadi
pembelajaran nilai-nilai moral bagi kaum muda yang sesuai dengan perkembangan
zaman.
Pring deling tegese kendel lan eling, kendel marga eling timbang
nggrundel nganti suwing.
Hidup
itu berani dan ingat. Berani disini berarti berani membela yang benar karena
ingat bahwa hal itu memang benar. Kebanyakan dari anak muda sekarang
melakukan tindakan yang jelek hanya karena sebuah gengsi. Mereka hanya sedang
ikut-ikut dengan trend yang ada. Ketika blackberry sedang
menjadi trend di masyarakat maka banyak yang membelinya. Jika tidak
membelinya maka dikatakan akan ketinggalan zaman padahal handphone
fungsi utamanya adalah untuk berkomunikasi dan untuk membantu pekerjaan
tetapi mereka hanya berlomba untuk mencari prestise.
Di
tengah trend diatas, itu masih ada anak Indonesia yang berani melakukan hal
berbeda. Mereka tidak ikut arus perkembangan zaman yang membawa dampak
negatif. Banyak dari mereka menggunakan waktu sebaik mungkin untuk menimba
ilmu daripada harus mencari sebuah gengsi. Uang yang mereka miliki mereka
gunakan untuk membeli buku agar menambah wawasan atau juga mereka gunakan
untuk membantu mereka yang berkekurangan dengan bakti sosial daripada
digunakan untuk membeli yang tidak berguna.
Jadi
mengapa kita harus ikut membuang-buang uang dan waktu hanya untuk mengejar
sebuah gengsi? Lebih baik kita gunakan uang dan waktu kita untuk mempersiapkan
masa depan kita. Gengsi hanya bersifat sementara. Jika kita ingin mencari
sebuah pengakuan maka kita tunjukkan dengan bakat dan kemampuan kita untuk
membuat sesuatu yang berguna.
Pring kuwi suket, dhuwur tur jejeg, rejeki seret, rasah dha buneg.
Bambu
hanya sebuah rumput tetapi bisa berdiri tegak. Perumpamaan ini ingin
mengajarkan bahwa kita hendaknya memiliki mental yang kuat ketika menghadapi
cobaan. Kita harus tangguh dan tidak mudah menyerah sebelum menyelesaikannya.
Seperti sebuah slogan pada saat masa perjuangan yang menunjukkan tekad untuk
berjuang yaitu merdeka atau mati.
Bermental
tangguh itu harus kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Saat
mempersiapkan ulangan, kita harus belajar dengan baik agar kita dapat
mengerjakan ulangan dengan baik tanpa mencontek. Saat kita diberi kepercayaan
sebagai pengurus OSIS, kita menjadi pelayan yang baik bagi teman-teman yang
lain walaupun banyak tugas yang harus di selesaikan. Dewasa ini banyak
pelajar Indonesia yang bekerja untuk mencukupi biaya sekolah sendiri. Itulah
semangat yang hendaknya kita tanamkan pada diri kita masing-masing karena
kita adalah masa depan Indonesia yang harus membangun Indonesia menuju arah
yang lebih baik.
Pring ori, urip iku mati, kabeh sing urip mesti
bakale mati.
Segalanya yang hidup pasti akan untuk mati. Hidup
itu hanya sekali maka dari itu isilah dengan hal-hal yang bermanfaat. Tidak
ada artinya menghabiskan waktu dengan bersenang-senang terus. Lebih baik
melakukan tindakan yang berguna bagi diri sendiri dan sesama.
Saat terjadi bencana alam letusan gunung Merapi
banyak sukarelawan dari kalangan anak-anak SMA yang turun membantu korban
bencana. Seperti contohnya posko pengungsian di SMA Van Lith Muntilan, banyak
sekali siswa-siswi SMA yang menjadi sukarelawan mulai dari SMA Seminari
Mertoyudan, SMA Van Lith, SMA De Britto, dll yang membantu korban bencana
alam. Mereka mencurahkan waktu dan tenaga mereka untuk membantu orang-orang
yang berkesusahan akibat bencana Merapi. Mengapa mereka mau bersusah-susah
demi korban bencana Merapi? Mereka bisa saja hanya diam dirumah dan tidak
ikut menolong. Namun nyatanya mereka memilih untuk tetap menolong korban
bencana alam.
Itu hanyalah sedikit gambaran dari angkatan muda
Indonesia yang memiliki kehendak baik. Sebenarnya kita bisa melakukannya jika
kita hidup dalam solidaritas tanpa mementingkan diri sendiri. Jika kita hidup
saling bahu-membahu maka kita bisa membangun Indonesia bersama-sama sebagai
armada muda Indonesia.
Pring apus, urip iku lampus, dadi wong urip aja
seneng apus-apus.
Hidup
yang damai adalah hidup dalam kejujuran. Kejujuran adalah harta yang paling
berharga dalam hidup ini. Banyak orang sukses karena mereka jujur. Tetapi
saat ini menghidupi nilai kejujuran di tengah kebobrokan Indonesia rasanya
menjadi hal berat.
Pengalaman
saya menjadi seorang pelajar saat ulangan pasti saya mencontek. Saat SMP saya
sering sekali mencontek. Bagi saya menghidupi kejujuran sebagai pelajar itu
berat sekali. Tetapi saya sadar apa gunanya mencontek jika itu tidak
mengembangkan diri saya. Saya mendapat nilai baik tetapi tidak berkembang.
Akhirnya saat SMA saya menghidupi nilai kejujuran itu. Sudah 3 tahun saya
tidak mencontek dan nilai-nilai saya tetap baik walaupun kadang mendapat
nilai jelek juga tetapi saya tetap senang karena itu hasil jerih payah saya
sendiri.
Coba
bayangkan jika setiap generasi muda bisa hidup dalam kejujuran pasti
Indonesia yang bobrok akan berubah. Mungkin koruptor-koruptor penghisap uang
rakyat tidak akan lagi di Indonesia karena semua bertindak dengan jujur. Mari
kita wujudkan armada Indonesia yang jujur.
Pring petung, urip iku suwung, sanajan suwung nanging aja padha bingung.
Dalam
perjalanan hidup, manusia kadang menemui kehampaan. Kadang kita bingung
ketika hidup rasanya hampa. Ingin melakukan sesuatu tetapi kok tidak
ada tastenya. Karena merasa sepi maka banyak dari kita yang mencari
pelarian agar merasa tidak sendirian dengan pergi ke dugem, menyibukkan diri
dengan dunia maya, dll. Ketika merasa kesepian maka kita akan menyenangkan
diri kita sendiri agar kita bisa menghilangkan rasa sepi.
Saat-saat kita mengalami kesepian sebenarnya adalah
waktu kita untuk berhenti dan melihat kebelakang, merefleksikan perjalanan
hidup kita. Ketika merasa sepi janganlah bingung akan kehidupan kita.kita
hendaknya berefleksi dan melihat kembali apa yang sudah kita lakukan dalam
hidup kita. Setelah kita menyadarinya maka kita menyusun rencana apa yang
akan kita lakukan untuk besok. Biarkanlah kamu melewati kesepian itu dan
ingatlah bahwa kamu masih memiliki Tuhan yang selalu menyertai kamu. Jadi
jangan putus asa dan bingung ketika kamu merasa dunia ini hampa.
Pring wuluh, urip iku tuwuh, aja mung embuh, ethok-ethok ora weruh.
Kita
hidup sebagai mahluk sosial yang saling melengkapi. Dewasa ini banyak dari
kita yang hidup sebagai mahluk individualis. Kita menganggap bahwa kita hanya
hidup sendiri dan bisa hidup tanpa bantuan orang lain.
Di
bulan Ramadhan sering kita lihat para pelajar SMA yang berbagi nasi bungkus
pada para pengemis di jalanan untuk berbuka puasa. Atau para pelajar yang mengadakan
konser amal yang hasilnya nanti diserahkan ke panti asuhan. Mereka peduli
kepada sesama mereka yang berkesusahan. Jika kita hidup dalam kepeduliaan
maka tidak akan orang yang hidup dalam kesusahan.
Kita diciptakan Tuhan untuk saling melengkapi. Kita
diciptakan Tuhan dengan kelemahan dan tidak sempurna. Ketika ada yang
berkesusahan maka sudah selayaknya kita membantu yang berkesusahan. Kita
hendaknya peduli dengan sesama kita jangan bersikap acuh tak acuh pada
sesama.
Pring cendani, urip iku wani, wani ngadepi, aja mlayu marga wedi.
Berani
berbuat, berani bertanggungjawab itulah sifat seorang ksatria. Hidup jika
hanya lari dari masalah sama halnya dengan seorang pengecut. Ketika kita
berani melakukan sesuatu, maka kita juga harus berani menghadapi semua resiko
atas pilihan kita.
Dewasa ini banyak sekali anak muda yang hanya berani
berbuat sesuatu tetapi tidak berani bertanggungjawab. Misalnya banyak sekali
problematika tentang remaja yang hamil dan yang menghamili tidak mau
bertanggungjawab. Itulah mentalitas pengecut yang tidak berani bertanggung
jawab atas segala tindakannya. Namun tidak semua orang seperti itu. Masih
banyak orang yang berani bertanggungjawab atas perbuatannya.
Berani berbuat, berani bertanggungjawab. Jangan
hanya lari karena takut untuk bertanggungjawab. Bagaimana nasib Indonesia
jika banyak orang yang tidak bertanggungjawab? Apakah selamanya negara kita
akan penuh kebobrokan karena banyak oknum yang tidak berani bertanggungjawab?
Pring kuning, urip iku eling, wajib padha eling,
eling marga Sing Peparing.
Kadang
kita diberi tetapi kita lupa untuk bersyukur atas apa yang telah kita terima.
Tuhan itu sudah memberikan kepada kita banyak sekali, entah itu sebagai orang
miskin atau kaya. Yang jelas Tuhan sudah memberikan kita hidup maka dari itu
harus disyukuri.
Tahukah
kalian sekolah Mangunan di Kalasan, Yogyakarta dan sekolah informal yang
didirikan Romo Mangun di bantaran sungai Code, Yogyakarta? Sekolah itu
didirikan untuk membantu anak-anak bantaran Code yang tidak bisa bersekolah.
Kita sudah bisa mengenyam ilmu hingga sekarang karena kita diberi kesempatan
oleh Tuhan untuk belajar.
Di
daerah Ethiopia masih banyak saudara-saudara kita yang kelaparan. Sementara
kita sering tidak bersyukur atas makanan yang bisa kita makan. Malahan kita
ingin makan yang enak-enak terus tetapi pada akhirnya makanan yang tidak
dimakan, dibuang begitu saja. Kita sudah diberi rejeki oleh Tuhan, maka kita
hendaknya bersyukur.
Tuhan
itu Maha Pemberi. Tuhan itu murah hati. Tuhan telah memberikan segalanya
kepada kita: kekayaan alam, pendidikan yang bermutu, dan fasilitas yang
lengkap sudah diberikan kepada kita. Maka dari itu, kita harus bersyukur atas
apa yang diberikan oleh Tuhan. Jika kita memiliki rejeki berlebih, hendaknya
kita berbagi kepada yang berkekurangan. Mari kita bangun generasi muda
Indonesia yang penuh syukur.
Daftar pustaka:
Naskah ini ditulis oleh JB Judha Jiwangga, siswa Seminari Mertoyudan dan merupakan
pemenang pertama lomba esai yang diselenggarakan UNICEF
|
Sabtu, 30 Maret 2013
filsafat bambu
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar